Senin, 16 Februari 2015

Kultur In Vitro Dendrobium sp.

Kultur in Vitro Dendrobium sp.







Oleh
Prasadhana Tungga Dewa    B1J010079



Makalah Tugas Terstruktur Orkhidologi




KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014


I.                PENDAHULUAN

Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek tidak mempunyai cadangan makanan.Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman.

Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu mampu memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat. Oleh karena itu kultur jaringan sering dijadikan solusi sebagai metode perbanyakana tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu metode penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan temapat yang besar.

Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara. Oleh karena itu, pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan kultur jaringan.

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan jenis flora dan faunanya. Anggrek merupakan famili terbesar yang menempati 7-10% tumbuhan berbunga dan memiliki kurang lebih 20.000 sampai 35.000 jenis (Dressler, 1993), di Indonesia diperkirakan ada 4.000-5.000 jenis (Latif, 1960). Di Jawa areal hutan sudah banyak terkonversi menjadi pemukiman, perkebunan, transportasi, industri dan pembanguan fisik lainnya; sehingga populasi anggrek di alam  mulai terancam. Banyak diantara jenis-jenis anggrek yang waktu lalu banyak dan mudah dijumpai di alam, tetapi sekarang sudah sukar untuk mendapatkan kembali bahkan ada beberapa yang dianggap sudah punah di alam (Whitten, 1992). Hal tersebut disebabkan karena selain kerusakan habitat, juga karena banyak dieksploitasi untuk diperdagangkan.

Dendrobium adalah salah satu kelompok terbesar kedua di antara genus dalam keluarga anggrek (Orchidaceae), kurang lebih 1600 spesies tersebar mulai dari Jepang, Korea, Malaysia, Indonesia, New Guinea dan Australia. Anggrek dendrobium termasuk anggrek epifit memiliki sifat hidup menumpang tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpangi. Akar tanaman anggrek berfungsi sebagai tempat menempelkan tubuh tanaman pada media tumbuh. Akar anggrek epifit mempunyai lapisan velamen yang berongga. Lapisan ini berfungsi untuk memudahkan akar dalam menyerap air hujan yang jatuh di kulit pohon media tumbuh anggrek. Di bawah lapisan velamen terdapat lapisan yang mengandung klorofil. Akar anggrek epifit yang berambut pendek atau nyaris tak berambut. Pada anggrek terestrial (jenis anggrek tanah), akar mempunyai rambut yang cukup rapat dan cukup panjang. Fungsi rambut akar ini adalah untuk menyerap air dan zat organik yang ada di tanah (Iswanto, 2002).

Anggrek dendrobium berbatang ganda yang tumbuh ke samping dari rhizome yang menjalar ke medium tempat tumbuh. Pada ruas-ruas rhizome atau pangkal batang terdapat tunas tidur yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru dan batangnya di sebut “bulb” atau pseudobulb (Ginting, 1990). Bentuk daun tanaman anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil pada umumnya, yakni memanjang seperti pedang dan ukuran panjang daunya bervariasi. Selain itu, daun juga mempunyai ketebalan berbeda tergantung jenisnya. Anggrek dendrobium yang tumbuh secara simpodial berbunga saat batang semunya telah dewasa dan dengan cadangan makanan yang memadai sehingga pembungaannya terpacu. Begitu selesai mengalami proses pembungaan, segera tumbuh tunas vegetatif baru yang akan berubah menjadi bunga setelah tunas serabut dewasa.
Proses pembungaan dapat terpacu lebih cepat jika jumlah batang semu dan daun dendrobium dewasa sudah cukup banyak (Sandra, 2001). Setelah bunga diserbuki dan dibuahi, sekitar 3-9 bulan kemudian muncul buah yang sudah tua. Kematangan buah sangat tergantung pada jenis anggreknya. Misalnya, pada dendrobium akan matang dalam 3-4 bulan. Pada anggrek vanda, umumnya buah matang setelah 6-7 bulan. Sementara itu, pada anggrek cattleya,  buah baru matang setelah 9 bulan. Buah anggrek merupakan buah lentera, artinya buah akan pecah ketika matang. Bagian yang membuka adalah bagian tengahnya, bukan di ujung atau pangkal buah. Bentuk buah anggrek berbeda-beda, tergantung jenisnya (Iswanto, 2002).


II.              PEMBAHASAN

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)      Pembuatan media
2)      Inisiasi
3)      Sterilisasi
4)      Multiplikasi
5)      Pengakaran
6)      Aklimatisasi

Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.

Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. 
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).

Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.

Kedudukan anggrek Dendrobium dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan menurut Sutiyoso dan Sarwono(2002) sebagai berikut :
Kingdom : Planthae (dunia tumbuhan)
Divisio     : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup)
Kelas       : Monocotyledonae (biji tunggal)
Ordo        : Orchidales (bangsa anggrek-anggrekan)
Family     : Orchidaceae (keluarga anggrek-anggrekan)
Genus      : Dendrobium
Spesies    : D. bifale, D. macrophyllum, D. affine, D. phalaenopsis

Air kelapa baik digunakan pada media kultur jaringan karena mengandung zat atau bahan-bahan seperti vitamin, mineral, asam-asam amino dan asam nukleat, fosfor serta zat tumbuh auksin dan giberelat yang berfungsi sebagai penstimulir proliferasi jaringan,memperlancar metabolisme dan respirasi. Air kelapa dapat digunakan sebagai pengganti hormon sitokinin.

Pada tingkat konsentrasi tertentu air kelapa dapat menginisiasi terbentuknya tunas. Pemberian air kelapa dengan konsentrasi 150 ml/l adalah sangat efektif meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tunas-tunas samping dan akar. Hal ini dilihat dari rentang munculnya tunas tercepat. Ini diduga karena kandungan sitokinin dalam media perlakuan dengan konsentrasi tersebut lebih tinggi dari auksin sehingga memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas dan daun. Sehingga meskipun akar keluar tetapi dengan bentuk potongan akar yang berukuran kecil. Hal ini terjadi karena diketahui bahwa, keberadaan auksin berperan sebagai perangsang akar, namun apabila kandungannya rendah maka akar yang muncul akan berukuran kecil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa air kelapa dengan konsentrasi 100 ml/l merupakan konsentrasi optimal dalam menghasilkan jumlah tunas terbanyak, jumlah akar terbanyak dengan tinggi plantlet tertinggi dan bobot basah terberat. Hal ini diduga, karena adanya kandungan sitokinin dalam air kelapa yang tinggi dibandingan kandungan auksin yang terdapat dalam eksplan, sehingga proses pembelahan sel lebih mengarah ke pembentu-kan tunas-tunas samping atau dapat dikatakan bahwa kandungan sitokinin dalam air kelapa dalam konsentrasi tersebut dikatakan mempengaruhi asam nukleat sehingga berpengaruh terhadap sintesa protein dan pengatur aktivitas enzim dalam hal diferensiasi sel untuk  membentukan tunas plantlet anggrek D. anosmum. (Tuhuteru et. al, 2012)

Morel (1974) dalam Parera (1997), mengatakan bahwa air kelapa mampu menstimulir pembelahan sel  epidermis dan mengarah pada pembentukan protocrom jaringan supaya beregenerasi lebih lanjut dan lebih cepat. Armini et al., (1991), juga menyatakan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang digunakan mempengaruhi  pembentukan tunas dan akar dalam kultur jaringan. Perbandingan antara sitokinin dan auksin yang tinggi akan mendorong pembentukan tunas, sedangkan  perbandingan sitokinin dan auksin rendah akan mendorong pembentukan akar, sehingga selain meningkatkan jumlah tunas terbanyak juga dapat meningkatkan aktifitas sitokinin yang selanjutnya meningkatkan efektifitas pembelahan sel semakin tinggi, sebab air kelapa adalah endosperm yang kaya akan makanan, maka jika air kelapa tersebut ditambahkan dalam media kultur jaringan, eksplan yang ditanam dapat tumbuh dengan baik.


III.            Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai kultur in vitro anggrek Dendrobium dapat disimpulkan bahwa:

1.   Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah pembuatan media, inisiasi, sterilisasi, multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
2.   Air kelapa dapat digunakan sebagai pengganti hormon pada medium anggrek.


DAFTAR REFERENSI

Arditti, J. 2010. Plenary Presentation : History of Orchid Propagation. AsPac J.Mol.Biol.Biotecnol. Vol 18 (1) Supplement : 171-174.
Damayanti, E. 2011. Budidaya Tanaman Anggrek. Penerbit Araska. Yogyakarta.
Hendaryono, D.P.S., dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Mantell, S.H., J.A.Matthews, and R.A.McKee. 1985. Principles of Plant Biotechnology – An Iintroduction to Genetic Engineering in Plants. Blackwell scientific Publications. Oxford.
Mursidawati.S. 2007. Asosiasi Mikoriza dalam Konservasi Anggrek Alam. Buletin Kebun Raya Indonesia. Vol 10. No 1.Hal 24-30.
Murti, D. P. 2007. Inventarisasi Anggrek dan Inangnya di Taman Nasional Meru Betiri – Jawa Timur. Biodiversitas (8): 210-214
Tuhuteru, S.  M. L. Hehanussa, S.H.T. Raharjo. 2012. Agrologia(1): 1-12.
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publishers. Netherlands.

Purwantoro,A., Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih. 2005. Kekerabatan Antar Anggrek Spesies Berdasarkan Sifat Morfologi Tanaman Dan Bunga. Ilmu Pertanian (12):1 - 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar