Kultur in Vitro Dendrobium
sp.
Oleh
Prasadhana Tungga Dewa B1J010079
Makalah Tugas Terstruktur Orkhidologi
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
Kultur jaringan merupakan
salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan tertua
dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk mengecambahkannya dalam media
yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek tidak mempunyai cadangan
makanan.Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang
dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan
satu sel dari tanaman.
Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan yaitu
mampu memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang
relatifr singkat. Oleh karena itu kultur jaringan sering dijadikan solusi
sebagai metode perbanyakana tanaman dan juga dapat digunakan sebagai suatu
metode penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan temapat yang besar.
Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari
ketepatan konsentrasi nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan
konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman.
Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan
unsur hara. Oleh karena itu, pembuatan larutan stock dan sterilisasi media
dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi
akan kultur jaringan.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan jenis flora
dan faunanya. Anggrek merupakan famili terbesar yang menempati 7-10% tumbuhan
berbunga dan memiliki kurang lebih 20.000 sampai 35.000 jenis (Dressler, 1993),
di Indonesia diperkirakan ada 4.000-5.000 jenis (Latif, 1960). Di Jawa areal
hutan sudah banyak terkonversi menjadi pemukiman, perkebunan, transportasi,
industri dan pembanguan fisik lainnya; sehingga populasi anggrek di alam mulai terancam. Banyak diantara jenis-jenis
anggrek yang waktu lalu banyak dan mudah dijumpai di alam, tetapi sekarang
sudah sukar untuk mendapatkan kembali bahkan ada beberapa yang dianggap sudah
punah di alam (Whitten, 1992). Hal tersebut disebabkan karena selain kerusakan habitat,
juga karena banyak dieksploitasi untuk diperdagangkan.
Dendrobium adalah salah satu kelompok terbesar kedua di
antara genus dalam keluarga anggrek (Orchidaceae), kurang lebih 1600 spesies
tersebar mulai dari Jepang, Korea, Malaysia, Indonesia, New Guinea dan
Australia. Anggrek dendrobium termasuk anggrek epifit memiliki sifat hidup
menumpang tetapi tidak merugikan tanaman yang ditumpangi. Akar tanaman anggrek
berfungsi sebagai tempat menempelkan tubuh tanaman pada media tumbuh. Akar
anggrek epifit mempunyai lapisan velamen yang berongga. Lapisan ini berfungsi
untuk memudahkan akar dalam menyerap air hujan yang jatuh di kulit pohon media
tumbuh anggrek. Di bawah lapisan velamen terdapat lapisan yang mengandung
klorofil. Akar anggrek epifit yang berambut pendek atau nyaris tak berambut.
Pada anggrek terestrial (jenis anggrek tanah), akar mempunyai rambut yang cukup
rapat dan cukup panjang. Fungsi rambut akar ini adalah untuk menyerap air dan
zat organik yang ada di tanah (Iswanto, 2002).
Anggrek dendrobium berbatang ganda yang tumbuh ke samping
dari rhizome yang menjalar ke medium tempat tumbuh. Pada ruas-ruas rhizome atau
pangkal batang terdapat tunas tidur yang dapat tumbuh menjadi tanaman baru dan
batangnya di sebut “bulb” atau pseudobulb (Ginting, 1990). Bentuk daun tanaman
anggrek menyerupai jenis tanaman monokotil pada umumnya, yakni memanjang
seperti pedang dan ukuran panjang daunya bervariasi. Selain itu, daun juga
mempunyai ketebalan berbeda tergantung jenisnya. Anggrek dendrobium yang tumbuh
secara simpodial berbunga saat batang semunya telah dewasa dan dengan cadangan
makanan yang memadai sehingga pembungaannya terpacu. Begitu selesai mengalami
proses pembungaan, segera tumbuh tunas vegetatif baru yang akan berubah menjadi
bunga setelah tunas serabut dewasa.
Proses pembungaan dapat terpacu lebih cepat jika jumlah
batang semu dan daun dendrobium dewasa sudah cukup banyak (Sandra, 2001). Setelah
bunga diserbuki dan dibuahi, sekitar 3-9 bulan kemudian muncul buah yang sudah
tua. Kematangan buah sangat tergantung pada jenis anggreknya. Misalnya, pada
dendrobium akan matang dalam 3-4 bulan. Pada anggrek vanda, umumnya buah matang
setelah 6-7 bulan. Sementara itu, pada anggrek cattleya, buah baru matang setelah 9 bulan. Buah
anggrek merupakan buah lentera, artinya buah akan pecah ketika matang. Bagian yang
membuka adalah bagian tengahnya, bukan di ujung atau pangkal buah. Bentuk buah
anggrek berbeda-beda, tergantung jenisnya (Iswanto, 2002).
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman
dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya
nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya
sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu
memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa
keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat
diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat
yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang
singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit lebih
cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan
teknik kultur jaringan adalah:
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan
kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman
yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan
tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan
pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus
disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman
yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur
jaringan adalah tunas. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur
jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan
menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap
peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada
peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus
steril.
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman
dengan menanam eksplan pada media.
Kegiatan ini dilakukan di laminar flow untuk
menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuhan eksplan.
Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan
adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang
dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk
melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau
busuk (disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar
dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan
bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi
bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur
jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah
bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup
dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan
pemeliharaan bibit generatif.
Kedudukan anggrek Dendrobium dalam sistematika
(taksonomi) tumbuhan menurut Sutiyoso dan Sarwono(2002) sebagai berikut :
Kingdom : Planthae
(dunia tumbuhan)
Divisio :
Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi :
Angiospermae (biji tertutup)
Kelas :
Monocotyledonae (biji tunggal)
Ordo :
Orchidales (bangsa anggrek-anggrekan)
Family :
Orchidaceae (keluarga anggrek-anggrekan)
Spesies : D.
bifale, D. macrophyllum, D. affine, D. phalaenopsis
Air kelapa baik digunakan pada media kultur jaringan
karena mengandung zat atau bahan-bahan seperti vitamin, mineral, asam-asam amino
dan asam nukleat, fosfor serta zat tumbuh auksin dan giberelat yang berfungsi sebagai
penstimulir proliferasi jaringan,memperlancar metabolisme dan respirasi. Air
kelapa dapat digunakan sebagai pengganti hormon sitokinin.
Pada tingkat konsentrasi tertentu air kelapa dapat
menginisiasi terbentuknya tunas. Pemberian air kelapa dengan konsentrasi 150
ml/l adalah sangat efektif meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tunas-tunas
samping dan akar. Hal ini dilihat dari rentang munculnya tunas tercepat. Ini
diduga karena kandungan sitokinin dalam media perlakuan dengan konsentrasi
tersebut lebih tinggi dari auksin sehingga memperlihatkan stimulasi pertumbuhan
tunas dan daun. Sehingga meskipun akar keluar tetapi dengan bentuk potongan
akar yang berukuran kecil. Hal ini terjadi karena diketahui bahwa, keberadaan
auksin berperan sebagai perangsang akar, namun apabila kandungannya rendah maka
akar yang muncul akan berukuran kecil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa air kelapa dengan
konsentrasi 100 ml/l merupakan konsentrasi optimal dalam menghasilkan jumlah
tunas terbanyak, jumlah akar terbanyak dengan tinggi plantlet tertinggi dan
bobot basah terberat. Hal ini diduga, karena adanya kandungan sitokinin dalam
air kelapa yang tinggi dibandingan kandungan auksin yang terdapat dalam eksplan,
sehingga proses pembelahan sel lebih mengarah ke pembentu-kan tunas-tunas samping
atau dapat dikatakan bahwa kandungan sitokinin dalam air kelapa dalam konsentrasi
tersebut dikatakan mempengaruhi asam nukleat sehingga berpengaruh terhadap sintesa
protein dan pengatur aktivitas enzim dalam hal diferensiasi sel untuk membentukan tunas plantlet anggrek D. anosmum.
(Tuhuteru
et. al, 2012)
Morel (1974) dalam Parera (1997), mengatakan bahwa air
kelapa mampu menstimulir pembelahan sel epidermis dan mengarah pada pembentukan
protocrom jaringan supaya beregenerasi lebih lanjut dan lebih cepat. Armini et
al., (1991), juga menyatakan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang digunakan
mempengaruhi pembentukan tunas dan akar
dalam kultur jaringan. Perbandingan antara sitokinin dan auksin yang tinggi
akan mendorong pembentukan tunas, sedangkan perbandingan sitokinin dan auksin rendah akan
mendorong pembentukan akar, sehingga selain meningkatkan jumlah tunas terbanyak
juga dapat meningkatkan aktifitas sitokinin yang selanjutnya meningkatkan efektifitas
pembelahan sel semakin tinggi, sebab air kelapa adalah endosperm yang kaya akan
makanan, maka jika air kelapa tersebut ditambahkan dalam media kultur jaringan,
eksplan yang ditanam dapat tumbuh dengan baik.
Berdasarkan
pembahasan mengenai kultur in vitro anggrek Dendrobium dapat disimpulkan bahwa:
1. Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan
teknik kultur jaringan adalah pembuatan media, inisiasi, sterilisasi,
multiplikasi, pengakaran, dan aklimatisasi.
2. Air kelapa dapat digunakan sebagai pengganti hormon pada
medium anggrek.
DAFTAR
REFERENSI
Arditti, J. 2010. Plenary Presentation : History of
Orchid Propagation. AsPac J.Mol.Biol.Biotecnol. Vol 18 (1) Supplement :
171-174.
Damayanti, E. 2011. Budidaya Tanaman Anggrek. Penerbit
Araska. Yogyakarta.
Hendaryono, D.P.S., dan A.Wijayani. 1994. Teknik Kultur
Jaringan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Mantell, S.H., J.A.Matthews, and R.A.McKee. 1985. Principles
of Plant Biotechnology – An Iintroduction to Genetic Engineering in Plants.
Blackwell scientific Publications. Oxford.
Mursidawati.S. 2007. Asosiasi Mikoriza dalam Konservasi
Anggrek Alam. Buletin Kebun Raya Indonesia. Vol 10. No 1.Hal 24-30.
Murti, D. P. 2007. Inventarisasi Anggrek dan Inangnya di
Taman Nasional Meru Betiri – Jawa Timur. Biodiversitas (8): 210-214
Tuhuteru, S. M. L.
Hehanussa, S.H.T. Raharjo. 2012. Agrologia(1): 1-12.
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants.
Martinus Nijhoff Publishers. Netherlands.
Purwantoro,A., Erlina Ambarwati dan Fitria Setyaningsih.
2005. Kekerabatan Antar Anggrek Spesies Berdasarkan Sifat Morfologi Tanaman Dan
Bunga. Ilmu
Pertanian (12):1 -
11